SPG Sombong

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, mulai terlihat
karyawan-karyawan dari plaza tersebut keluar untuk pulang. Kami
dengan sabar menunggu di depan plaza itu sambil mengawasi orang-orang
yang keluar.
"Gimana kalau keluar dari samping pertokoan?" tanya Bimo.
"Ah.. ya berarti nasibnya beruntung," jawabku cepat.
"Itu! itu!" Dodot setengah berteriak menunjuk ke suatu arah. Mata
kita semua langsung menjelajah ke arah yang ditunjuk Dodot.
"Bagus!" pikirku ketika melihat si SPG berjalan keluar plaza untuk
mencari kendaraan. Dia bersama seorang temannya yang kelihatannya SPG
juga, sudah mengenakan sehelai kain untuk menutupi roknya yang mini,
mereka berjalan menelusuri trotoar, rupanya rute angkutannya bukan di
jalan ini. Kami segera membuntutinya pelan-pelan sampai mereka
berhenti di perempatan yang sudah dikuasai oleh banyak angkota.
Mereka langsung masuk ke salah satu bemo yang ada, begitu bemo
tersebut berangkat, kami pun langsung mengikutinya.
Sampai di sebuah jalan, yang untungnya sepi sehingga sangat mendukung
operasi kami ini, si SPG turun. Tidak sedikit pun dia menaruh curiga
bahwa sebuah mobil telah mengikuti angkutannya sejak tadi. Setelah
bemo tersebut meninggalkannya cukup jauh, kami mulai mendekati SPG
itu yang kelihatannya masih harus berjalan kaki untuk mencapai
rumahnya. Tanpa buang-buang waktu Aguk mensejajarkan mobil kami di
samping SPG itu dan Dodot langsung membuka pintu samping Espass.
Kulihat SPG tersebut terkejut melihat ada mobil yang sangat dekat
dengan dirinya, dan tanpa disadari tangan Dodot sudah merenggut
tangan dan menarik tubuhnya ke dalam mobil. "Srreeekkk...," pintu
samping ditutup, mobil kami langsung melaju tanpa bekas, sementara si
SPG masih kebingungan dan akan berteriak, tetapi dengan sigap Bimo
langsung menutup mulutnya sehingga yang terdengar hanya gumaman. Si
SPG mencoba meronta, namun sebuah pukulan ditengkuknya yang
diluncurkan oleh Dodot membuatnya langsung pingsan.

Aku menoleh ke belakang, Bimo dan Dodot tersenyum memandangku
seolah-olah ingin menyatakan bahwa operasi penculikan sudah berhasil.
Kulihat kain yang menutupi rok mininya tersingkap, dan meskipun di
dalam mobil gelap, aku masih dapat melihat pahanya yang mulus. Dodot
pun tak tahan langsung memijat dan meraba paha yang mulus itu. Mobil
kami langsung meluncur ke rumah Aguk yang memang kosong dan biasa
sebagai tempat kami berkumpul.
Setelah sampai dan memarkir mobil di garasi, kami menggendong SPG
yang masih pingsan itu ke dalam kamar. Di sana kami mengikatnya pada
kursi kayu yang ada. Aku duduk di ranjang menghadap SPG yang masih
lunglai itu yang terikat di kursi kayu. Teman-temanku kelihatannya
memang menghadiahkan SPG itu ke padaku untuk diperlakukan apa saja.

"Dot... ambilin air." Dodot keluar kamar dan tak lama masuk dengan
segelas air yang disodorkan kepadaku. Aku berdiri dan menyiramkan
pelan-pelan ke wajah SPG itu. Ketika sadar, SPG itu terlihat sangat
terkejut melihatku di depannya, "Kamu..." katanya seraya menggerakkan
tubuhnya, dan dia sadar kalau tubuhnya terikat erat di sebuah kursi.
Kali ini aku yang tersenyum, senyum kemenangan. "Mau apa kamu?" masih
dengan sombong SPG itu bertanya setengah menghardik kepadaku. "Kalau
kamu macam-macam, aku akan teriak," lanjutnya lagi. Aku hanya
tersenyum, "Silahkan saja teriak, nggak bakal terdengar kok," kataku
sambil menyalakan tape si Aguk, kebetulan lagunya dari band
Metallica, Unforgiven, kusetel agak keras, meskipun aku yakin bahwa
kamar Aguk letaknya terisolir, jadi tidak mungkin teriakannya
didengar orang lain.


"Breetttt... breettt..." kubuka dengan paksa seluruh baju Vera
sehingga yang terlihat hanya BH dan CD-nya saja. "Naikkan ke atas
meja," kataku, serta merta ketiga temanku langsung bekerja sama
memegangi Vera dan mengikatnya di atas meja. Vera meronta-ronta
sekuat tenaga namun tentu saja usahanya tidak mampu melawan tiga
tenaga cowok. Sekarang dia sudah terlentang di atas meja dengan
tangan terikat di sudut-sudut meja, kedua kakinya agak menjulur ke
bawah karena mejanya tidak cukup panjang, namun kami mengikatnya
secara terpisah pada dua kaki meja. Kami sendiri posisinya sekarang
di samping tubuhnya. Lalu dengan sekali tarik kulepas BH-nya dan
menonjollah dua bagian payudaranya yang cukup padat berisi. Sekarang
kami melihat sebuah tubuh yang putih mulus dan langsing dengan
tonjolan payudara yang bergoyang-goyang karena Vera masih berusaha
meronta. Karena meronta, terlihat CD-nya yang agak transparan
semakin mengetat memperlihatkan lekuk-lekuk liang kewanitaannya.

Kuambil Zippo-ku, kunyalakan satu lilin yang kecil. Lidah api menari
berputar-putar melelehkan batang lilin yang menahannya. Menembus
lidah api itu, kulihat pandangan Vera yang berharap aku hanya
bercanda. Kujawab dengan pandangan juga yang menyatakan bahwa aku
serius. Segera lilin yang kupegang kumiringkan di atas payudara Vera.
Kulihat ekspresi Vera yang memandang lekat batang lilin yang terkena
nyala api, pandangannya seolah berharap agar lilin tersebut tidak
meleleh atau apinya tiba-tiba mati. Tapi tentu saja itu tidak
terjadi, yang terjadi adalah tetesan pertama jatuh dan menetes di
atas puting susu Vera sebelah kanan.

Karena sudah puas menyiksa Vera, aku kasih kesempatan kepada
teman-temanku untuk menyetubuhinya. Teman-temanku begitu gembira,
mereka langsung beraksi, sementara aku melihat pertunjukkan ini
dengan kepuasan total. Mereka melepas ikatan Vera yang sudah tidak
berdaya itu, lalu tubuhnya dibalik dan pantatnya ditarik ke atas
sehingga dalam posisi menungging. Aku melihat Vera diam saja, mungkin
dia sudah capai dan pasrah serta tidak punya harapan hidup lagi.
Wajahnya yang cantik terlihat sangat lesu dan seolah-olah siap
diperlakukan apa saja. Dodot dengan tubuhnya yang besar mulai membuka
celana dan melakukan penetrasi, langsung sodomi. Vera membelalak tak
menyangka bahwa ada benda sebesar itu yang harus masuk ke anusnya.
Belum selesai dia "menikmati" penderitaan karena ulah Dodot, Aguk
langsung menyelinap ke bawah tubuh Vera dan berusaha memasukkan
batang kemaluannya ke liang kewanitaan Vera.

Vera melolong kesakitan karena anus dan liang kewanitaannya yang
sudah lecet dan perih terkena sabetan ikat pinggang dan tetesan
lilin, masih harus bergesekan dengan batang kemaluan teman-temanku.
Tubuhnya terguncang ke depan berulang-ulang setiap kali Dodot dan
Aguk menghunjamkan batang kemaluannya. Payudaranya berguncang keras
persis di atas wajah Aguk yang dengan penuh nafsu meremas sekuatnya.
Masih tersiksa dengan keadaan begitu, Bimo mengeluarkan kepunyaannya
dan minta dikaraoke oleh Vera. Rintihan Vera menjadi tersendat-sendat
karena tersedak dan batuk, Bimo bukannya kasihan malahan dia semakin
terangsang sehingga dia menghunjamkan batang kemaluannya ke mulut dan
tenggorokan Vera berulang-ulang.

Tubuh Vera terlihat menggelinjang dan menggeliat seiring dengan
hujaman-hujaman yang diberikan oleh Dodot, Aguk dan Bimo serta
siksaan cambukan rotan dariku. Dodot yang melihat punggung Vera
terkena pukulan rotanku sangat terangsang dan segera memuntahkan
maninya ke liang dubur Vera, lalu dia pun mencabut batang
kemaluannya. Karena pantatnya kosong, atau tidak ada orang, aku pun
dengan leluasa memukul pantatnya dengan rotan. Kulihat Vera sangat
menderita, pantat yang baru saja dimasuki paksa oleh Dodot masih
harus menerima siksaan rotanku.

Giliran Bimo yang ejakulasi, maninya langsung menyemprot ke
tenggorokan Vera, membuatnya menjadi sulit bernafas dan seperti mau
muntah. Melihat begitu semakin keras kupukulkan rotan ke pantatnya,
bahkan ke belahan pantatnya. Tiba-tiba Vera lunglai, kelihatannya dia
tak tahan lagi menerima siksaan kami, dia pingsan. Aguk yang belum
selesai masih terus melakukan aksinya, sehingga tubuh Vera yang
pingsan itu terguncang-guncang ke sana ke mari, akhirnya Aguk pun
mencapai puncaknya dan menyemprotkan air maninya di dalam liang
kewanitaan Vera yang masih pingsan. Aku sendiri sudah merasa puas
dengan balas dendamku ini. Kami berempat tertawa dan puas.
Kami lalu membawa tubuh Vera untuk di"buang", sebetulnya kami ingin
menyimpannya untuk kenikmatan sehari-hari tetapi terlalu beresiko.
Akhirnya tubuh Vera kami lempar di depan plaza tempat dia bekerja.
Aku tersenyum puas karena sudah memberi pelajaran kepada SPG yang
sombong itu, tapi dalam hati aku merasa ketagihan untuk menyiksa SPG
yang lain, kusampaikan ini ke teman-temanku dan mereka semuanya
setuju untuk suatu waktu menculik dan menyiksa SPG yang lain.