Pembantu Muda Part I

Dua bulan sudah Rini bekerja di rumahku. Dan aku seperti kebanyakan anak-anak muda lainnya sering sekali memutar film biru (BF) di kala senggang. Di malam hari setelah Rini tidur, aku sering mencari waktu untuk memutar film2 erotis itu. Dan secara kebetulan beberapa kali Rini memergoki aku sedang menonton BF. Dia harus melewati ruang TV jika mau buang air kecil di malam hari, namun biasanya aku sempat mengganti channel TV begitu aku mendengar gerendel pintu kamarnya mau dibuka. Tapi yah kadang juga aku kecolongan. Ahhh... pikirku dia kan masih kecil dan apa yang dilihat pun cuma sekelebat saja.

Belakangan baru aku perhatikan ternyata beberapa BF-ku kadang tidak sama lagi posisinya dengan terakhir aku letakkan. Rini beralasan dia hanya membersihkan meja TV saja. Suatu pagi aku memutuskan ingin mencari tahu dengan pasti. Pada saat dia masih di kamar mandi aku berteriak dari luar:”Rin, saya pergi keluar sebentar ya mau ke Mall Taman Anggrek. Nanti siang saya pulang dan pintunya saya kunci dari luar pakai kunci saya.” “Baik pak,” sahutnya dari dalam kamar mandi. Aku segera mengunci pintu depan dan masuk ke kamarku, lalu menguncinya dari dalam.

Lama juga aku di kamarku berusaha untuk tenang tidak mengeluarkan suara apapun supaya dikira Rini aku sudah pergi. Satu jam kemudian aku mendengar suaranya di ruang TV bernyanyi-nyanyi kecil, dan aku langsung bisa tahu bahwa dia sedang memilih-milih koleksi BF-ku di rak. Aku tidak pernah memutar BF dengan volume besar karena takut ketahuan Rini, tetapi karena dia berpikir aku tidak ada di rumah, dengan santainya dia membesarkan volume sehingga suara erotis BF bisa terdengar dari kamarku. Dari papan pintu kamarku yang tidak terlalu rapat aku bisa melihat Rini sekaligus film yang dia sedang tonton. Koleksi BF-ku sebagian besar adalah JAV yang diberi sensor mosaik. Anak kecil ini ternyata gila juga, walaupun tubuhnya terhalang punggung sofa tapi dari posisinya duduk dan gerakan tubuhnya aku bisa tahu kalu dia melakukan masturbasi selama menonton BF. Biasanya aku juga sambil onani kalau terlalu bernafsu melihat adegan di film.

Sejak itulah aku sering memperhatikan Rini secara seksual. Beberapa kali aku memperhatikan pakaian dalamnya yang dijemur bersama dengan pakaianku. Jujur aja jelek2 CD dan BH-nya. Suatu hari aku panggil dia untuk bicara:”Rin, pakaian dalam kamu saya perhatikan di jemuran kok jelek2 semua ya?” kataku dengan tenang. “Iya pak maklum di desa mau beli di mana yang bagus2 dan lagi pasti kan mahal. Saya aja kalau soal pakaian dalam masih dibelikan ibu saya,” jawabnya polos. “Ya sudah nanti kalau gajian saya belikan kamu pakaian dalam ya,” kataku setelah menanyakan ukuran BH-nya. Celana dalam lebih mudah menentukan ukurannya, pikirku.

Entah kenapa aku agak terangsang waktu beberapa hari kemudian aku masuk toko pakaian dalam wanita dan mulai memilih-milih BH dan CD untuk Rini. Aku paling suka warna putih untuk pakaian dalam. Rasanya lebih bersih dan enak dipandang. Jadi sebagian besar dari satu lusin pasangan BH dan CD yang aku belikan buat Rini didominasi oleh warna putih. Tetapi yang paling signifikan adalah bentuk-bentuknya yang simpel dan mungil. Semua celana dalam yang aku beli dihiasi pinggiran kain yang sangat kecil dan tipis. Bahkan dua di antaranya benar2 model G-string. Mungil dan seksi, semungil tubuh Rini, pembantuku yang berusia 15 tahun.

Sehari setelah aku berikan ke Rini semua pakaian dalamnya, aku bertanya:”Rin, bagaimana pakaian dalam yang saya belikan untuk kamu?” “Wah pak, kok kecil2 sekali ya, udah itu kayak yang kekurangan bahan gitu lho,” jawabnya sambil tersenyum malu campur bingung. “Ya begitu itulah pakaian dalamnya perempuan jaman sekarang di kota-kota besar,” kataku berusaha membenarkan. “Tapi kamu suka kan dan bakalan dipakai kan,” sambungku lagi. “Ya pasti pak, masak sudah dibelikan tidak dipakai. Terima kasih lagi ya pak,” katanya sambil kembali ke dapur.

Setelah kejadian itu tak terlintas di pikiranku untuk mengetahui nasib pakaian2 dalam Rini, sampai suatu malam kebetulan aku melintasi kamarnya dan mendapati kamarnya terbuka sementara Rini tertidur pulas di ranjangnya. Rupanya dia kalau tidur hanya mengenakan kaos atasan dan melilitkan kain batik di bagian bawah tubuhnya, tidak seperti sehari-harinya di mana dia memakai celana jins terus. Yang lebih seru lagi ternyata anak ini tidurnya berantakan dengan kedua kaki yang terbuka lebar dan kainnya terangkat sampai ke pinggulnya. Ini pertama kalinya aku melihat langsung salah satu CD yang aku belikan membalut ketat selangkangan Rini. Ini hari keberuntunganku karena dia kebetulan memakai CD putih model G-string pula. Perlahan aku masuk kamarnya dan duduk di pinggir ranjangnya. Anak ini hebat juga tidurnya, dia tidak sadar kalau sudah ada orang lain di sisi tubuhnya. Karena Rini tidak pernah mematikan lampu kamar kalau tidur, maka aku bisa menikmati pemandangan ini dengan utuh. Aku malah memberanikan diri untuk mengendus vaginanya yang hanya ditutup secarik kain kecil tipis dari CD-nya. Aku bisa melihat bahwa rambut kemaluan Rini nyaris tidak ada saking tipisnya, sementara CD-nya bisa dikatakan hanya menutup lubang vaginanya. Wow... vagina Rini sangat wangi. Aku bahkan bisa menebak sabun yang dipakainya hanya dengan mengendus vaginanya.

Kontan saja batang kontolku membesar dan mengeras. Aku yang kalau tidur hanya mengenakan celana pendek training dan t-shirt, segera menurunkan celana pendekku supaya kontolku bisa menghirup udara segar dan bereaksi. Aku mulai berani untuk memegang lutut Rini dan membuka kakinya lebih lebar lagi, supaya aku makin bisa melihat betapa bersih dan mulusnya areal selangkangan Rini yang hanya beberapa sentimeter saja dari wajahku. Aneh, kok dia tidak terbangun padahal napasku mulai memburu deras di tengah kedua belah pahanya. Orang yang tidur seperti ini, pada saat seperti ini tentu saja sangat menguntungkan, pikirku. Tanpa terasa aku mulai mengocok kontolku yang telah membesar dan mengeras dengan cepatnya sambil terus mengendus aroma vagina Rini. Sesekali hidung dan mulutku menyentuh vaginanya tanpa sengaja, dan liur yang aku gosokkan di bibirku yang kering mulai juga mengenai bagian CD yang menutupi liang vaginanya. Karena dia tidak ada tanda2 sadar apa yang terjadi, aku jadi semakin berani beraksi. Aku mulai menggeser selembar bagian CD-nya yang persis menutupi memeknya. Harumnya memek Rini semakin jelas tercium. Aku menjulurkan sedikit lidahku ke tengah belahan memeknya. Eeehhh... Rini bergumam pelan sambil pinggulnya agak tersentak kaget. Wah... gawat nih, pikirku yang langsung menghentikan aksi lidahku. Kacau kalau sampai dia terbangun. Aku belum siap memberi penjelasan apapun. Ini kejadian spontan. Tapi ternyata gerakan tadi hanya berhenti sampai di situ. Ada dua kemungkinan, pertama Rini memang tidur sedemikian pulasnya, atau kedua dia tahu tapi pura2 saja dan tadi tidak bisa menahan kagetnya karena memeknya tersentuh lidah.

Setelah beberapa detik menunggu aku berani lagi melanjutkan gerilya lidahku. Apapun kemungkinannya selama Rini tidak bereaksi negatif berarti aku yang beruntung. Aku mulai menjilati dengan nafsu sambil diselingi hisapan2 pada bibir memeknya. Sesekali aku bisa merasakan pinggulnya bergerak dan bergetar halus. Dia pasti sadar tapi pura2 tertidur, pikirku. Tak lama dari dalam memek Rini meluncur cairan kental dan hangat ke arah mulutku. Tidak banyak dan langsung aku sedot dan telan sampai bersih. Orgasme juga dia, pikirku. Napasnya juga terdengar tidak biasa. Aku biarkan dia dalam kepura-puraannya. Dan permainan yang makin menarik ini membuatku tidak dapat menahan lebih lama lagi kenikmatan di kontolku. Sekarang giliranku, kataku dalam hati. Air maniku muncrat sebanyak-banyaknya di tanganku dan lucunya sebagian malah muncrat membasahi paha bagian dalam Rini. Aku tidak berani membersihkan air maniku di pahanya takut malah dia terbangun nantinya. Aku keluar meninggalkan kamarnya setelah memperbaiki posisi kakinya dan menutup kamarnya pelan2.